Askep pada Anak dengan Tetanus

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK dengan “TETANUS”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dosen Pembimbing:

Ns. Siti Aisyah Nur, S.Kep

Oleh:

Yurita Rahmi

(11111643)

 

 

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

KATA PENGANTAR

 

            Puji syukur senantiasa kami sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi kami kesehatan, kesempatan dan kemauan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

            Penulisan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas yang diberikan dosen mata kuliah Komunikasi, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menggambarkan serta menjelaskan bagaimana komunikasi yang baik dalam pemberian Asuhan Keperawatan.

            Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu hingga makalah ini dapat terselesaikan. Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Selain itu kami juga mempunyai keterbatasan kemampuan, maka dari itu kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca, agar makalah ini menjadi lebih baik.

 

 

 

Padang, 7 Oktober 2012

 

Penulis

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. 1.       LATAR BELAKANG

Tetanus terjadi diseluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang berkembang, tetapi insidensinya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus neonatorum (umbilicus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun karena ibu tidak terimunisasi.

Di RS sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat atau bidan dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat

 

  1. 2.      Tujuan
  2. Tujuan Umum

Yaitu, agar Mahasiswa/i memahami tentang “ penyakit tetanus pada anak

  1. Tujuan Khusus

Yaitu, agar Mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang :

1)      Definisi tetanus

2)      Etiologi

3)      Tanda dan Gejala

4)      Patofisiologi

5)      Komplikasi

6)      Pencegahan

7)      Ansuhan Keperawatan

 

 

 

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

  1. A.     PENGERTIAN

Tetanus adalah penyakit infeksi yang akut dan kadang fatal yang  disebabkan oleh neurotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh clostridium tetani, yang sporanya masuk melalui luka.(kamus kedokteran Dorlan)

Tetanus adalah penyakit akibat infeksi luka oleh bakteri clostridium tetani dengan gejala kejang-kejang. (Ahmad A. K. Miuda, kamus kedokteran)

Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh infeksi Clostridium tetani, pada kulit/ luka. Tetanus merupakan manifes dari intoksikasi terutama pada disfungsi neuromuscular, yang disebabkan oleh tetanospasmin, toksin yang dilepaskan oleh Clostridium tetani. Keadaan sakit diawali dengan terjadinya spasme yang kuat pada otot rangka dan diikuti adanya kontraksi paroksismal. Kekakuan otot terjadi pada rahang (lockjaw) dan leher pada awalnya, setelah itu akan merata ke seluruh tubuh.(Brook I., 2002)

 

  1. B.      ETIOLOGI

Penyakit tetanus disebabkan oleh kuman klostridium tetani. Kuman ini banyak terdapat dalam kotoran hewan memamah biak seperti sapi, kuda, dan lain-lain sehingga luka  yang tercemar dengan kotoran hewan sangat berbahaya bila kemasukan kuman tetanus. Tusukan paku yang berkarat sering juga membawa clostridium tetani kedalam luka lalu berkembang biak. Bayi yang baru lahir ketika tali pusarnya dipotong bila alat pemotong yang kurang bersih dapat juga kemasukan kuman tetanus.

 

  1. C.      TANDA DAN GEJALA

Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah infeksi, tetapi bisa juga timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah infeksi. Gejala yang sering ditemukan adalah kekakuan rahang dan sulit dibuka (trismus) karena yang pertama kali terserang adalah otot rahang. Selanjutnya muncul gejala lain seperti gelisah, gangguan memelan, sakit kepala, demam, nyeri tenggorokan, mengigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai.

Kejang pada otot2 wajah menyebabkan expresi wajah seperti menyeringai (risus sardonikus), dengan dua alis yang terangkat. Kekakuan atau kejang otot-otot perut, leher dan punggung bisa menyebabkan kepala dan tumit penderita tertarik kebelakang sedangkan badannya melengkung ke depan yang disebut epitotonus. Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah bisa menyebabkan retensi urine dan konstipasi.

 

  1. D.     PATOFISIOLOGI

a)      Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka tertusuk paku, pecahan kaca atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui pemotongan tali pusat.

b)      Organisme multipel membentuk dua toksin yaitu tetanopasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neutropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi sistem syaraf pusat. Kemudian tetanolysin yang tampaknya tidak signifikan.

c)      Exotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem syaraf pusatdengan melewati akson neuron atau sistem vaskular. Kuman ini menjadi terikatpada sel syaraf atau jaringan syaraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toxin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh arititosin.

d)      Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toxin; adalah pertama toxin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat. Kedua toxin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kesusunan syaraf pusat.

e)      Toxin bereaksi pada myoneural junktion yang menghasilkan otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang.

f)       Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonatus biasanya 5 sampai 14 hari.

 

  1. Komplikasi Tetanus

a)      Patah tulang (fraktur)

Kejang otot berulang-ulang dan kejang-kejang yang disebabkan oleh infeksi tetanus dapat menyebabkan patah tulang di tulang belakang, dan juga di tulang lainnya. Patah tulang kadang-kadang dapat menyebabkan kondisi yang disebut myositis circumscripta ossificans, yang mana tulang mulai terbentuk dalam jaringan lunak, sering di sekitar sendi.

b)      Aspirasi pneumonia

Jika Anda memiliki infeksi tetanus, rigiditas otot dapat membuat batuk dan menelan sulit. Hal ini dapat menyebabkan pneumonia aspirasi untuk berkembang. Aspirasi pneumonia terjadi sebagai akibat menghirup sekresi atau isi perut, yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah.

c)     Laryngospasm                                                                            

Laryngospasm adalah tempat laring (kotak suara) masuk ke dalam kejang, singkat sementara yang biasanya berlangsung 30-60 detik. Laryngospasm mencegah oksigen dari mencapai paru-paru Anda, membuat sulit bernapas. Setelah serangan laryngospasm, pita suara Anda biasanya akan rileks dan kembali normal. Namun, dalam kasus yang sangat parah, laryngospasm dapat mengakibatkan asfiksia (mati lemas). Pulmonary embolism

Suatu emboli paru adalah kondisi serius dan berpotensi mengancam nyawa. Hal ini disebabkan oleh penyumbatan dalam pembuluh darah di paru-paru yang dapat mempengaruhi pernapasan dan sirkulasi. Oleh karena itu, penting bahwa pengobatan segera diberikan dalam bentuk obat anti-pembekuan dan, jika diperlukan, terapi oksigen.

d)      Gagal ginjal akut

Kejang otot parah yang berhubungan dengan infeksi tetanus dapat menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai rhabdomyolysis. Rhabdomyolysis adalah tempat otot rangka dengan cepat hancur, sehingga mioglobin (protein otot) bocor ke dalam urin. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut.

 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGA TETANUS

 

  1. A.     Pengkajian
    1. Identitas pasien
    2. Identitas orang tua:

Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.

Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat

Identitas sudara kandung

  1. Keluhan utama/alasan masuk RS.
  2. Riwayat Kesehatan
  3. Riwayat imunisasi
  4. Riwayat tumbuh kembang
  1. Riwayat kesehatan sekarang
  2. Riwayat kesehatan masa lalu
  3. Ante natal care
  4. Natal
  5. Post natal care
  6. Riwayat kesehatan keluarga
  1. Pertumbuhan fisik
  2. Perkembangan tiap tahap

 

  1. Riwayat Nutrisi
  2. Riwayat Psikososial
  3. Riwayat Spiritual
  4. Reaksi Hospitalisasi
  1. Pemberin asi
  2. Susu Formula
  3. Pemberian makanan tambahan
  4. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

 

 Pemeriksaan Fisik

  1. Keadaan umum klien
  2. Tanda-tanda vital
  3. Antropometri
  4. Sistem pernafasan
  5. Sistem Cardio Vaskuler
  6. Sistem Pencernaan
  7. Sistem Indra
  8. Sistem muskulo skeletal
  9. Sistem integument
  10. Sistem Endokrin
  11. Sistem perkemihan
  12. Sistem reproduksi
  13. Sistem imun
  14. Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen
  1. B.      Diagnosa keperawatan
  2. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan.
  3. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan.
  4. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
  5. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunya.
  6. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
  7. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria
  8. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
  9. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang
  10. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
  11. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang

 

  1. C.      Intervensi

Dx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)

Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria :
– Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
– Pernafasan 16-18 kali/menit
– Tidak ada pernafasan cuping hidung
– Tidak ada tambahan otot pernafasan

– Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)

No

Intervensi

Rasional

1

Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi

Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.

2

Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali

Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.

3

Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction

Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah proses respirasi

4

Oksigenasi

Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

5

Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam

Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

6

Observasi timbulnya gagal nafas.

Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation)

7

Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi(mukolitik)

Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga mempermudah pengeluaran dan memcegah kekentalan

Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.

Tujuan : Pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
– Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen
– Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit
– Tidak sianosis.

No

Intervensi

Rasional

1

Monitor irama pernafasan dan respirati rate

Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.

2

. Atur posisi luruskan jalan nafas.

Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.

3

Observasi tanda dan gejala sianosis

Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer

4

. Oksigenasi

Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia

5

Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam

Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

6

Observasi timbulnya gagal nafas.

Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).

7

Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.

Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat

Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000 /mm3

Tujuan: Suhu tubuh normal
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3

NO

Intervensi

Rasional

1

. Atur suhu lingkungan yang nyaman.

Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.

2

Pantau suhu tubuh tiap 2 jam

Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah syok exhaustion

3

Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequate

Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam

4

Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka.

.

Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.

5

Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.

Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.

6

Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik

Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.

7

Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.

Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan

Dx.4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.

Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
– BB optimal
– Intake adekuat
– Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

No.

Intervensi

Rasional

1

Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanabagi tubuh

Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.

2

Kolaboratif :

Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.
Pemberian carian per IV line
Pemasangan NGT bila perlu

Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.
Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat

Dx.5.Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
Tujuan : Cedera tidak terjadi
kriteria
–   Klien tidak ada cedera
–   Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

 

Intervensi

Rasional

1

Identifikasi dan hindari faktor pencetus

Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang

2

Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman

Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang

3

Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel

Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien

4

Lindungi pasien pada saat kejang

Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik

5

Catat penyebab mulai terjadinya kejang

Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang

Dx.6.Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
kriteria:
–   Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik

No.

Intervensi

Rasional

1

Kaji intake dan out put setiap 24 jam

Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian

2

Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam

Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

3

Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien

Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh

4

Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya

Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh

5

Pertahankan kepatenan NGT

Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan

 

  1. Implementasi Keperawatan

Lakukanlah apa yang harus anda lakukan pada saat itu. Dan catat apa yang telah anda lakukan tidakan pada pasien.

  1. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi semua tindakan yang telah anda berikan pada pasien. Jika dengan tindakan yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Tetanus (rahang terkunci [lockjaw]) adalah penyakit akut, paralitik yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot spasme tanpa disertai gangguan kesadaran. Gambaran penyakit ini berupa : trismus (kaku pada rahang~sulit membuka rahang bawah), rhesus sardonicus (muka seperti monyet meringis), kaku kuduk (leher kaku, tidak bisa untuk mengangguk), opistotonus (badan kaku seperti busur), kaku perut, kejang, dan kemungkinan adanya luka sebagai tempat masuknya kuman. Penyakit tetanus biasanya timbul di daerah yang mudah terkontaminasi dengan tanah dan dengan kebersihan dan perawatan luka yang buruk.
      Pengobatannya dengan merawat pasien di ruang yang tenang, kemudian diberikan Anti Tetanus Serum (ATS) sesuai berat badannya secara intravena dan sisanya intramuscular. Kejang diatasi dengan pemberian anti kejang (misal diazepam) secara intravena. Juga diberikan antibiotika. Perawatan pasien ini mungkin melibatkan berbagai bidang kedokteran, misalnya penyakit dalam, bedah, gigi, dan THT.

3.2  Saran

Jangan sepelekan luka kecil di tubuh Anda, terutama di bagian kaki atau tangan yang mudah terkena kotoran seperti debu atau tanah. Luka kecil ini bisa menjadi pemicu tetanus, penyakit yang sudah jarang terjadi tapi cukup mematikan. Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri ini akan memproduksi racun yang menyebabkan kejang otot kronis. Tetanus ini sangat berbahaya tapi mudah diatasi jika Anda teliti dan bertindak cepat.

Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya serta buku ini dapat menjadi referensi untuk pembuatan makalah selanjutnya.

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

1. Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
2. Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit IDAI, Jakarta.
3. Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Askep pada Anak denga DHF

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK dengan “dhf”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dosen Pembimbing:

Ns. Siti Aisyah Nur, S.Kep

Oleh:

Yurita Rahmi

(11111643)

 

 

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

KATA PENGANTAR

 

            Puji syukur senantiasa kami sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi kami kesehatan, kesempatan dan kemauan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

            Penulisan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas yang diberikan dosen mata kuliah Komunikasi, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menggambarkan serta menjelaskan bagaimana komunikasi yang baik dalam pemberian Asuhan Keperawatan.

            Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu hingga makalah ini dapat terselesaikan. Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Selain itu kami juga mempunyai keterbatasan kemampuan, maka dari itu kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca, agar makalah ini menjadi lebih baik.

 

 

 

Padang, 7 Oktober 2012

 

Penulis

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. 1.       LATAR BELAKANG

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

 

  1. 2.      TUJUAN
    1. a.      TUJUAN UMUM
    2. b.      TUJUAN KUSUS

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. A.      PENGERTIAN

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman, 1990).

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir, Patrick manson, 2001).

 

  1. B.      ETIOLOGI
  2. Virus dengue sejenis arbovirus.
    1. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.
      Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.
  3. C.      PATOFISIOLOGI

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.

Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut.

Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.

 

  1. D.      TANDA DAN GEJALA
  • Demam tinggi selama 5 – 7 hari.
  • Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
  • Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
  • Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
  • Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
  • Sakit kepala.
  • Pembengkakan sekitar mata.
  • Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
  • Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
  1. E.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
  • Darah
  1. Trombosit menurun.
  2. HB meningkat lebih 20 %
  3. HT meningkat lebih 20 %
  4. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
  5. Protein darah rendah
  6. Ureum PH bisa meningkat
  7. NA dan CL rendah
  • Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
  1. Rontgen thorax : Efusi pleura.
  2. Uji test tourniket (+)

 

  1. F.       PENATALAKSANAAN
  • Darah

ü  Trombosit menurun.

ü  HB meningkat lebih 20 %

ü  HT meningkat lebih 20 %

ü  Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

ü  Protein darah rendah

ü  Ureum PH bisa meningkat

ü  NA dan CL rendah

 

  • Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

ü  Rontgen thorax : Efusi pleura.

ü  Uji test tourniket (+)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ASUHAN KEPERAWATAN  PADA ANAK DENGA DHF

  1. 1.      Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan. pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :

a)      Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya).

b)      Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.

c)      Kaji riwayat keperawatan.

d)      Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran).

2. Diagnosa keperawatan .

Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya :

a)      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.

b)      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

c)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

d)      Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

e)      Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

f)       Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

3. Intervensi

Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada masalah diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan :

a)      Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.

Tujuan :

Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi

Kriteria hasil :

Volume cairan tubuh kembali normal

Intervensi :

1) Kaji KU dan kondisi pasien

2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )

3) Observasi tanda-tanda dehidrasi

4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus

5) Balance cairan (input dan out put cairan)

6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak

7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.

b)      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

ü  Tujuan      : Hipertermi dapat teratasi

ü  Kriteria Hasil : Suhu tubuh kembali normal

ü  Intervensi

1)      Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh

2)      Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak

3)      Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat

4)      Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun.

5)      Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari

6)      kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.

c)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.

ü  Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi

ü  Kriteria hasil :Intake nutrisi klien meningkat

ü  Intervensi

1)      Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi

2)      Timbang berat badan klien tiap hari

3)      Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering

4)      Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual

5)      Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).

6)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.

7)      Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.

d)      Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi

ü  Tujuan : Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat

ü  Kriteria hasil : Klien mengerti tentang proses penyakit DHF

ü  Intervensi

1)      Kaji tingkat pendidikan klien.

2)      Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF

3)      Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.

4)      beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau diketahuinya.

5)      Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

e)      Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.

ü  Tujuan : Perdarahan tidak terjadi

ü  Kriteria hasil : Trombosit dalam batas normal

ü  Intervensi

1)      Kaji adanya perdarahan

2)      Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)

3)      Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.

4)      Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien

5)      Monitor hasil darah, Trombosit

6)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.

 

 

f)       Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

ü  Tujuan : Shock hipovolemik dapat teratasi

ü  Kriteria hasil : Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.

ü  Intervensi

1)      Observasi tingkat kesadaran klien

2)      Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).

3)      Observasi out put dan input cairan (balance cairan)

4)      Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi

5)      kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.

4. Evaluasi.

Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan.

  • Suhu tubuh dalam batas normal.
  • Intake dan out put kembali normal / seimbang.
  • Pemenuhan nutrisi yang adekuat.
  • Perdarahan tidak terjadi / teratasi.
  • Pengetahuan keluarga bertambah.
  • Shock hopovolemik teratasi

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

            Degue hemoragik fever adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus degue yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, yang dapat menyerang anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.